Kamis, 10 Maret 2011

JENIS - JENIS DAN KONSEP SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

  • Retrive information element (memanggil eleman informasi)
  • Analyze entries fles (menganalisis semua file)
  • Prepare reports form multiple files (laporan standart dari beberapa files)
  • Estimate decisions qonsquences (meramalkan akibat dari keputusan)
  •  Propose decision (menawarkan keputusan )
  • Make decisions (membuat keputusan)
 KARAKTERISTIK SPK
  1. Interaktif: SPK memiliki user interface yang komunikatif sehingga pemakai dapat melakukan akses secara cepat ke data dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.
  2. Fleksibel: SPK memiliki kemampuan sebanyak mungkin variable masukan, kemampuan untuk mengolah dan memberikan keluaran yang menyajikan 2 alternatif keputusan kepada pemakai
  3. Data kualitas: SPK memiliki kemampuan untuk menerima data kualitas yang dikuantitaskan yang sifatnya subyektif dari pemakainya, sebagai data masukan untuk pengolahan data. Misalnya: penilaian terhadap kecantikan yang bersifat kualitas, dapat dikuantitaskan dengan pemberian bobot nilai seperti 75 atau 90.
  4. Prosedur pakar: SPK mengandung suatu prosedur yang dirancang berdasarkan rumusan formal atau berupa prosedur kepakaran seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu bidang masalah dengan fenomena tertentu. 
Dalam pengambilan keputusan tiap manajemen memiliki tipe kegiatan masing-masing, kegiatan manajemen tersebut dihubungkan dengan tingkatannya didalam organisasi yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN  

perencanaan strategis
 
Merupakan kegiatan manajemen yang tingkatannya paling atas, tujuannya sebagai proses evaluasi lingkungan diluar organisasi, penerapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi-strategi yang ingin diambil oleh perusahaan.

                        Pengendalian Manajemen

Merupakan suatu sistem yang digunakan untuk meyakinkan bahwa organisasi telah menjalankan strategi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Tingkatan ini disebut juga tingkatan taktik (tactical level) yang artinya bagaimana manajemen tingkat menengah menjalankan taktik supaya perencanaan strategisnya berjalan dengan lancar. Taktik ini bersifat jangka pendek biasanya ± 1 tahun. Kegiatan yang dilakukan pada tingkatan ini terdiri dari : pembuatan program kerja, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan pengukuran dan pelaporan dan analisis.

            Pengendalian Operasi

Merupakan sistem untuk meyakinkan bahwa tiap tugas tertentu telah dilaksanakan secara efektif dan eifisien, ini merupakan penerapan program yang telah ditetapkan di pengendalian manajemen, kegiatan ini dilakukan dibawah proses pengendalian manajemen dan berfokus pada tugas-tugas tingkat bawah.

Berikut adalah tipe pengambilan keputusan (decision making)

Pengambilan keputusan adalah tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran. Keputusan dibagi kedalam 3 tipe :    


1.  Keputusan terprogram/keputusan terstruktur
      Adalah keputusan yang berulang-ulang dan rutin, sehingga dapat diprogram. Keputusan ini terjadi pada manajemen tingkatan bawah. Contoh : keputusan pemesanan barang, keputuan penagihan piutang dll. 

          2. Keputusan setengah terprogram/setengah terstruktur
adalah keputusan yang sebagian dapat deprogram, sebagian berulang dan rutin tetapi sebagian pula tidak terstruktur. Keputusan ini bersifat rumit dan membutuhkan analisis perhitungan yang terperinci misalkan keputusan alokasi dana dan promosi, atau dalam hal membeli sistem komputer yang canggih

           3. Keputusan tidak terprogram/tidak terstruktur 
      Adalah keputusan yang tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi, keputusan ini terjadi pada tingkat atas. Pengambilan keputusan ini bersifat mudah karena informasi terdapat dari lingkungan luar tetapi tingkat resikonya sangat tinggi, dibutuhkan manajer dengan pengalaman yang baik, karena harus dapat dipertanggung jawabkan, misalkan keputusan untuk bargabung dengan perusahaan lain.

Peranan manajemen, menurut Henry Mintzberg ada 3 macam :

1.      Peran Interpersonal
Yaitu peran hubungan personal dapat terdiri dari :
- Head figure (figure kepala) yaitu manajer mewakili organisasi untuk kegiatan diluar organisasi
- Leader (pemimpin) yaitu manajer mengkoordinasi, mengendalikan, memotivasi dan mendukung bawahan-bawahanyya
- Liaison (penghubung) yaitu manajer menghubungkan personal-personal di semua tingkatan manajemen

2.      Peran Informational
Yaitu peran dari manajer sebagai pusat saraf (nerve center) organisasi untuk menerima informasi yang paling mutakhir dan sebagai penyebar informasi keseluruh personal di organisasi

3.      Peran decisional
Yaitu peran manajer sebagai entrepreneur, orang yang menangani gangguan, mengalokasikan sumber sumber daya organisasi, serta sebagai negosiator jika terjadi konflik di dalam organisasi

Dan yang terakhir dari semua peranan yang harus dimiliki oleh manajemen maka manajer harus mengambil keputusan, menurut Simon (1960) ada beberapa tahap pengambilan keputusan, disebutkan olehnya proses pengambilan keputusan ada 4 tahapan yakni :

1. Intelligence : pengumpulan informasi untuk mengindetifikasikan permasalahan

2. Design : tahap perancangan solusi dalam bentuk alternative pemecahan masalah

3. Choice : tahap memilih dari solusi dari alternative-alternativeyang disediakan

4. Implementation : tahap melaksanakan keputusan dan melaporkan hasilnya

              SPK dirancang sedemikian rupa untuk membantu mendukung keputusan-keputusan yang melibatkan masalah-maslah kompleks yang diformulasikan sebagai problem problem semiterstruktur. SPK bisa dibangun untuk mendukung keputuisan sekali saja, keputusan–keputusan yang jarang dibuat atau keputusan-keputusan yang muncul secara rutin.
             SPK berorientasi proses dimana fokus SPK adalah pada interaksi pembuat keputusan dengan sistem tersebut, bukan pada keluaran yang dihasilkan. Pembuat keputusan dalam organisasi terjadi pada tiga level utama yaitu : level strategik, manajerial dan operasional. Keputusan pada level operasional merupakan keputusan-keputusan terstruktur yaitu keputusan- keputusan dimana semua atau sebagian besar variabel-variabel yang ada diketahui dan bisa diprogram secara total (secara menyeluruh dapat diotomatiskan). Keputusan-keputusan terstruktur bersifat rutin dan memerlukan sedikit pendapat manusia begitu variabel-variabel tersebut terprogram. Pada level manajerial dan strategik merupakan keputusan semistruktur, dimana problem problem dan peluang tidak dapat distrukturkan secara total dan memerlukan pendapat dan pengalaman manusia untuk membuat suatu keputusan. Dalam hal ini SPK dapat digunakan untuk mengembangkan solusi problem–problem yang bersifat kompleks dan semiterstruktur.
    Penggunaan SPK tidak terbatas untuk manajer-manajer dari level menengah sampai ke ke level tinggi, tetapi dapat digunakan oleh individu-individu. Pengguna memiliki gaya pembuatan keputusan tersendiri, kebutuhan yang berbeda serta tingkat pengalamannya sendiri-sendiri, oleh karenanya perancang SPK perlu mempertimbangkan atribut-atribut khusus sehingga memungkinkan pengguna berhasil berinteraksi dengan sistem.

    TAHAP-TAHAP PEMBENTUKAN
    1. SPK Studi kelayakan, sebelum membuat SPK perluditeliti trelebih dahulu kelyakannya, mengingat faktor biaya baik waktu, tenaga, maupun financial
    2.  Persetujuan terhadap proposal kelayakan, proposal kelayakan harus dapat menjelaskan kebutuhan  dan urgensi dari keberadaan system tsb, keuntungan dan biaya dari pembentukan SPK, waktu yg dibutuhkan, ketersediaan ahli atau pakar yg merupakan sumber pengetahuan SPK, serta ketersediaan perangkat hardware dan software baik yg utama maupun pendukungnya 
    3. Pemilihan hardware dan software
    4. Merepresentasikan pengetahuan yang diperoleh dari para ahli dan pakar ke dalam computer
    5.  Mengimplementasikan pengetahuan dalam bentuk bahasa yg dipahami oleh computer, menggunakan suatu bahasa pemrograman
    6.  Menguji system yg telah dibuat.

      Selasa, 08 Maret 2011

      Memasyarakatkan Lembaga Keuangan Mikro

      Kemiskinan dan pengangguran masih banyak dijumpai di wilayah negara Indonesia. Harian Kompas 15/04/2006, melaporkan data tentang kemiskinan berupa pengangguran terbuka dan penduduk miskin sebagai berikut:

      Tahun 2001
      Pengangguran terbuka: 5,8 juta orang
      Penduduk miskin: 38,7 juta orang

      Tahun 2002
      Pengangguran terbuka: 8 juta orang
      Penduduk miskin: 37,9 juta orang

      Tahun 2003
      Pengangguran terbuka: 9,1 juta orang
      Penduduk miskin: 38,4 juta orang

      Tahun 2004
      Pengangguran terbuka: 10,3 juta orang
      Penduduk miskin: 37,3 juta orang



      Fakta tentang kemiskinan dan pengangguran menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan yang besar akan jasa keuangan (simpan-pinjam) di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah/rumah tangga. Karena itu, ada kebutuhan untuk mempromosikan dan menggiatkan suatu program yaitu sistem simpan-pinjam bagi masyarakat Indonesia, khususnya bekerja sama dengan lembaga dan organisasi yang benar-benar bertujuan untuk mencapai kinerja yang tinggi. Bukan hanya itu, juga lembaga yang mampu menyajikan pelayanan yang berkualitas bagi rumah tangga dan masyarakat berpenghasilan rendah.

      Dalam peta tentang keuangan yang beredar di pedesaan di Indonesia, diketahui bahwa sumber keuangan rumah tangga berasal dari lima asal. Ialah: arisan yang memberikan berupa kredit jangka pendek yang bersifat produktif dan konsumtif, kantor cabang bank pemerintah yang mengucurkan kredit jangka panjang dan pendek namun bersifat produktif, lembaga keungan mikro yang memberikan kredit jangka panjang dan pendek yang bersifat produktif, rentenir, pedagang, teman atau kerabat yang memberikan kredit jangka pendek baik produktif atau konsumtif serta dari tabungan pribadi.

      Di antara sumber keuangan rumah tangga masyarakat, yang diminati untuk dijadikan sumber keuangan ialah Lembaga Perbankan, baik BPR maupun BRI Unit dengan jumlah peminjam sebanyak 5.428.637. Sementara peminjam yang meminjam dari Lembaga Non Perbankan, baik dari Koperasi Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam, Pegadaian, Credit Union, Lembaga Keungan Masyarakat, Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan jsutru jauh lebih besar, yakni sebanyak 10.394.713 peminjam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia lebih tertarik mendapatkan pinjaman dari Lembaga keungan non formal.

      Lembaga keungan non formal, pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan formal layaknya Perbankan. Jika peminjam mendatangi lembaga keuangan non formal, jelas modal sukar diperoleh dan organisasinya sifatnya layaknya sebuah keluarga. Selain itu, permodalannya bukan dari lembaga keuangan resmi, bantuan negara tidak ada, hubungan dengan masyarakat sifatnya saling menguntungkan dan berdasar sifat saling percaya.
      Lain halnya jika peminjam mendatangi lembaga keuangan formal, yang jelas modalnya mudah diperoleh, organisasinya birokratis, permodalannya dari lembaga keuangan resmi, didukung oleh negara untuk kelangsungan usaha, serta hubungan dengan masyarakatnya satu arah untuk kepentingan sektor formal. Namun fakta berbicara bahwa masyarakat lebih banyak yang berminat mendapatkan sumber keuangan dari Lembaga keuangan non formal.


      Lembaga Keuangan Mikro

      Lembaga keuangan mikro ada untuk menolong masyarakat miskin / usaha kecil sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri. Dalam kerangka itu, keuangan mikro dimaksudkan memberikan dukungan yang akan memberdayakan berbagai kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin / pengusaha kecil. Jadi keuangan mikro adalah penyediaan jasa-jasa keuangan kepada anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah.

      Umumnya mereka adalah orang yang tidak memiliki tanah sebagai aset, petani marginal atau penduduk kota yang bekerja di sektor informal. Jasa-jasa keuangan mikro dapat mencakup kegiatan simpan pinjam dan jasa-jasa lain seperti asuransi, pengiriman uang dan hak tanggungan atas tanah, pelayanan kesehatan dan masalah gender.

      Cakupan dari keuangan mikro jelas terdapat dipedesaan dan kota besar di lapisan masyarakat pekerja sektor informal. Dari segi jumlah, orangnya lebih sedikit. Mereka umumnya adalah penduduk desa dengan beragam kegiatan mulai dari perdagangan, pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan dan industri rumah tangga.

      Dengan demikian, fungsi keuangan mikro pertama sebagai sarana memerangi kemiskinan (poverty elevation). Kedua, membangun manusia. Pembangunan yang tidak menyertai unsure manusia atau pembangunan sosial masyarakat akan senantiasa berakhir dengan dampak-dampak sosial yang harganya mungkin lebih mahal daripada pembangunan itu sendiri.

      Sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat, kredit mikro memiliki esensi yang sangat berbeda dengan kredit komersil, yaitu bahwa kredit mikro harus merupakan bagian dari suatu proses pemupukan dana jangka panjang yang disebut modal, bagi si peminjam. Prinsip ini mutlak menjadi landasan kebijakan pinjaman yang harus dikembangkan oleh setiap lembaga pembiayaan mikro. Sedangkan kemampuan pemupukan dana jangka panjang (capital formation) terganting pada kemampuan seseorang dalam mengelola dana pinjaman untuk usaha-usaha produktif, sehingga hasilnya bukan saja mampu mengembalikan pokok pinjaman dan bunga serta biaya-biaya lain, tapi si peminjam memiliki surplus yang akan menambah modal atau dana yang telah ia miliki.

      Berbagai penelitian menunjukkan bahwa usaha kecil dan mikro menghadapi sejumlah persoalan (internal dan eksternal), dimana keterbatasan modal menjadi salah satu persoalan. Di sisi lain, penelitian ini juga menggambarkan bahwa tidak seluruh kebutuhan permodalan usaha kecil dan mikro dapat disediakan oleh perbankan. Karena perbankan hanya dapat menyediakan sekitar 17-18 % dari kebutuhan usaha kecil dan mikro. Dengan kata lain, hampir sebagian besar kebutuhan modal usaha kecil dan mikro diperoleh dari sumber non perbankan, dari teman, keluarga, dan lembaga keuangan non bank. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya aksesibilitas usaha kecil dan mikro kepada kredit perbankan, bukan karena tingginya suku bunga, tetapi lebih dominant disebabkan karena sistem dan prosedur perbankan serta pengertian penyediaan dana, yang sering menjadi pusat perdebatan.

      Pelaku usaha kecil dan mikro sebenarnya sudah memiliki jaminan hukum. Menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dijelaskan bahwa usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan memenuhi criteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur, yaitu:

      - memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000
      - memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000
      - milik warga negara Indonesia
      - berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tak langsung dengan usaha menengah atau besar

      Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro dengan sendirinya menuntut pelakunya menjalankan manajemen secara professional, melakukan pendekatan dengan pengelolaan stakeholder, dikelola dengan prinsip usaha modern, dan tak ketinggalan mengacu pada prioritas pembangunan di daerah masing-masing, baik dari sisi wilayah, sektor maupun manusianya. Dengan prinsip utama, dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.


      Memasyarakatkan Lembaga Keuangan Mikro

      Salah satu pemberdayaan masyarakat dalam konteks kekuatan ekonomi nasional adalah dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan. Salah satu instrument strategis untuk memberdayakan usaha kecil adalah melalui keuangan mikro.

      Akan tetapi, keuangan mikro memiliki beberapa kelemahan ialah mata rantai usaha tergantung dengan karakteristik pengusaha kecil, Beberapa kelemahan dan kegagalan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

      - kurang mampu menjalankan usaha
      - lemah dalam pengelolaan
      - cara hidup yang konsumtif
      - cepat merasa puas dengan hasil yang diacapai
      - sangat tergantung kepada fasilitas
      - rendahnya profesionalisme
      - kesadaran akan kualitas produksi masih rendah
      - bersifat trial dan error
      - masih percaya pada hal-hal yang bersifat tahyul


      Dengan kondisi demikian, pada umumnya usaha kecil dan mikro membutuhkan dukungan banyak pihak. Dukungan tersebut sangat diharapkan berasal dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keuangan, lembaga akademi maupun lembaga donor.

      Dalam pengembangan keuangan mikro, diperlukan strategi-stategi dasar agar dapat berjalan sesuai dengan misinya. Beberapa statergi dasar yang mendesak untuk dilakukan, terutama oleh pemerinta ialah:

      - memanfaatkan dan memantapkan lembaga keuangan mikro yang sudah ada, menumbuhkan lembaga keuangan mikro baru serta meingkatkan kemandirian dan profesionalisme lembaga keuangan mikro
      - meningkatkan kesadara masyarakat tentang keuangan mikro ke seluruh segmentasi sasaran
      - mengembangkan jaringan antar lembaga keuangan mikro dengan pihak terkait
      -mengupayakan kemudahan bagi masyarakat miskin dalam mengakses modal dan pendampingan usaha ekonomi produktif.


      Berhadapan dengan situasi ekonomi terpuruk karena banyaknya pengangguran dan penduduk miskin, lembaga keuangan mikro memiliki peran penting sebagai katalisator perbaikan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan lembaga keuangan mikro niscaya memberdayakan masyarakat. Karena lewat lembaga keuangan mikro, terwujudlah tujuan pengembangan ekonomi yaitu perbaikan dan kesejahteraan manusia yang sering disebut sebagai pembangunan manusia atau pembangunan sosial, selain pertumbuhan ekonomi pada prioritas berikutnya (Ms. Nancy Birdsall, World Bank, 1993). Lembaga keuangan mikro dapat menjadi tempat penampung dan penyalur dana dan modal, membawa efek penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapat, pemercepat pembangunan tingkat desa, penggerak bisnis dan menyelamatkan usaha / kegiatan yang dilanda krisis.